Sore ini, pukul 4 sore nanti, Lucia dan
keluarganya akan menaiki pesawat yang akan membawa mereka ke entah negara mana.
Dan sekarang, pukul 2 siang, apa yang kulakukan?? Aku hanya berbaring di tempat
tidurku yang nyaman tanpa melakukan apa-apa!! Bukankah seharusnya aku
bersiap-siap menuju bandara untuk mengantarkan keberangkatan mereka? Hwaaa..!!
Aku harus cepat! Bandara itu berada di bagian timur kota, bagian paling timur
kota!
Aku pun langsung berlari ke kamar mandi
untuk membersihkan badanku, lalu bergegas ke luar rumah. Lalu aku berpikir,
kendaraan apa yang akan kugunakan menuju ke bandara itu sehingga aku dapat
lebih cepat? Lalu kulihat papan skate yang dipinjamkan oleh Hiru padaku. Dan
tepat di sebelahnya, kulihat petasanku yang entah sejak kapan ada di sana. Ya,
akan kucoba menggabungkan papan skate dan petasan itu sehingga menjadi
kendaraan yang cepat. Ya!
Lalu kurangkaikan papan skate dan petasan
itu. Aku pun membawa skate modifikasi itu dan berlari dengan cepat menuju jalan
setapak ke arah bandara. Sampai di jalan setapak, langsung kulemparkan papan
skate itu ke tanah dan menaikinya. Tanpa menunggu lama, langsung kunyalakan
petasan yang ada di kedua sisi papan skate itu. Dan....
BOOM!!
Meledaklah petasan itu dan memberi tekanan
lebih sehingga papan skate yang kunaiki bisa melaju lebih cepat. Yeah!
Kecepatan seperti inilah yang kusukai. Ya, sejak dulu, kecepatan identik
denganku. Aku adalah kecepatan dan kecepatan adalah aku. Di sekolah, banyak
yang menjulukiku “Yuta Si Angin”. Ya, sejak dulu aku sangat suka berlari.
Lariku sangatlah cepat. Akulah pemegang rekor lari tercepat di sekolah. Tapi,
karena lariku yang cepatnya melewati batas kecepatan manusia biasa, aku sering
sekali sampai ke tempat yang tidak seharusnya kudatangi, atau lebih normal
disebut tersesat.
Sesaat, aku merasa angin yang semenjak tadi
menerpaku dengan kencang sekarang berkurang. Atau lebih tepatnya,
kecepatankulah yang berkurang. Kedua petasan itu mati. Ya, makin lama makin
lambat dan akhirnya berhenti. Ya. Berhenti.
Aku terdiam sejenak. Dan kurasakan angin
yang tiba-tiba bertiup kencang menerpaku. Dan kulihat sebuah mesin terbang
raksasa yang disebut pesawat terbang jauh di atasku. Apakah itu pesawat yang
dinaiki Lucia? Atau bukan? Sial! Aku harus memastikannya. Aku harus segera
sampai ke bandara. Papan skate yang sebelumnya kunaiki pun kepegang dengan erat
dan aku pun berlari secepat yang kubisa. Belum lama, aku sampai di depan rumah
Lucia. Dan yang kulihat di sana adalah, Lucia! Wow!
“Yuta!” katanya dengan wajah terkejut.
“Kau belum berangkat?” tanyaku
terengah-engah.
“Yuta! Awas!!” teriaknya tiba-tiba.
Dia tidak menjawab pertanyaanku? Memangnya
ada apa dia memperingatkanku seperti itu? Aku pun melihat ke bawah. Aku baru
sadar jika aku tidak benar-benar berada di depan rumah Lucia. Aku berada di
tengah jalan di depan rumah Lucia. Tunggu! Jalan!?
“Yutaaa..!!” teriak Lucia lagi.
Aku pun melihat ke kiri. Dan yang terlihat
olehku adalah sebuah mesin yang terlihat sangat besar. Atau mungkin terlihat
seperti itu karena begitu dekat denganku. Hei! Apa? Mesin? Gawat! Aku tak bisa
bergerak! Sial!
Dan kemudian, aku merasa tubuh bagian
kiriku didorong oleh sesuatu yang sangat kuat yang kemudian terasa ke seluruh
tubuhku. Pandanganku menjadi kabur. Dan yang terdengar olehku hanyalah teriakan
histeris Lucia.
Lalu aku tak mendengar apapun dan semua
menjadi gelap.